Senin, 23 Mei 2011

RUMAH LIMAS SUMATERA SELATAN

Rumah limas
Daerah Sumatera Selatan merupakan sebuah wilyah yang memiliki beraneka ragam corak budaya dan kebudayaan, keaneka ragaman tersebut melahirkan berbagai bentuk, jenis dan corak jenis budaya yang merupakan pencerminan segala sesuatu yang menyangkut aktivitas kehidupan masing-masing kelompok, hal ini perlu perlu dipelihara, diselamatkan dan dilestarikan  keberadaannya, salah satu hasil budaya wilayah sumatera selatan adalah Rumah Limas Palembang,
Rumah ini merupakan rumah traddisional Palembang  yang dibangun diatas tiang dengan atap berbentuk piramida terpenggal dengan kemiringan 45-60 derajat dengan menggunakan pasak sehngga mudah di bongkar pasang, sebagai ciri khas Rumah Limas memiliki ornamen-ornamen yang melengkapi bangunan dibuat sarat dengan simbol-simbol. Lantai rumah limas dibuat bertingkat-tingkat disebut bengkilas, secara umum  tingkatan lantai terdiri dari empat benkilas disetiap bengkilas memiliki nilai-nilai filosofis tersendiri, bagian depan rumah terdapat pembatas teras yang disebut pagar tenggalong, dan dibelakangnya bengkilas bawah. Pada bengkilas bawah ini terdapat rangkaian papan yang berfungsi sebagai dinding dan pintu disebu lawang kipas. Ditengah lawang kipas ini terdapat lawang borotas yang berfungsi sebagai tempat keluar masuk. Ciri khas rumah limas adalah adanya gerobok leket yaitu almari yang sekaligus berfunfsi sebagai dinding penyekat, 

SITUS KARANG ANYAR

Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya di Bangun di Situs Karang Anyar, yang terletak di kecamatan ilir barat II, Kotamadya Palembang. Situs ini semula merupakan pemukiman penduduk meliputi lahan yang cukup luas, kira-kira 20 ha
Situs Karanganyar terletak pada dataran alluvial bertanah lunak akibatproses pengendapan lumpur sungai musi yang terjadi berabad-abad lmanya. lokasih tepatnya pada sebuah kelokan (maender) sungai Musi, didepan sungi kramasan Palembang
Indikator yang menunjukan bahwa wilayah karanganyar ini adalah sebuah situs purbakala terdapat dibeberapa tempat dan terdiri dari beberapa macam artefak, antara lain temuan permukaan berupa pragmen keramik dan manik-manik di Kambang Unglen .
berdasarkan interpretasi foto udara diperkirakan di daerah Karanganyar ini terdapat sistem jaringan air, berupa kolam dan kanal atau parit buatan manusia serta pulau-pulau yang ada di tengah kolam, dua pulau yang besar disebut pulau cempaka dan pulau nangka temuan ini memberikan gambaran bahwa sistem jaringan air tersebut dibangun oleh masyarakat yang ahli dalam bidang tata air dan kemaritiman
dari ekskavasi yang dilakukan dibeberapa tempat di situs ini ditemukan peninggalan-peninggalan yang berupa sisa struktur (bangunan) bata,sejumlah fragmen gerabah dan keramik, manik-manik, dan sisa-sisa perahu, diantara temuan manik-manik kaca serta limbah pembuatannya, ini menunjukan bahwa situs kambang unglen tempat industri manik-manik.. semua koleksi terdapat pada Museum Sriwijaya (TPKS)

Minggu, 22 Mei 2011

TRADISI MEGALITIK

Tradisi Megalitik
Di Sumatera Selatan

Arca megalit yang terdapat di Bangsal Arca Museum Balaputra Dewa hanyalah sebagian kecil dari benda budaya peninggalan tradisi masyarakat dari masa Megalitikum yang terdapat di daerah Sumatera Selatan. Pada masa ini berkembang suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar, mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti besar dan lithos berarti batu (Prasetyo 2004, hlm.93). Tradisi Megalitik ini meninggalkan jejak peradapan yang masih dapat dilihat hingga masa sekarang. Di Sumatera Selatan, jejak-jejak masa lalu itu dapat disaksikan terutama di daratan pasemah (Basemah) di wilayah lahat dan Pagaralam.
            Pengertian megalitik telah banyak disinggung oleh para ahli sebagai suatu tradisi yag menghasilkan batu-batu besar. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa kebudayaan megalitik pada umumnya mempunyai cakupan yang luas, terutama yang terhadap nenek moyang. Pada perkembangan berikutnya istilah “magalitik” bukan merupakan masa megalitik atau budaya megalitik tetapi merupakan tradisi yang berkembang dari masa neolitik sampai perunggu besi bahkan berlanjut sampai sekarang (Soejono 1981, hlm.95).
            Menurut Geldern yang di kutip oleh Soejono (tahun 1981, hlm. 95) mengatakan bahwa  tradisi megalitik berasal dari daerah Tiongkok Selatan dan disebarkan oleh bangsa Austronesia yang merupakan pendukung dari kebudayaan Beliung Persegi. Pendukung kebudayaan ini juga telah mengenal penanaman padi, ternak lembu dan kerbau sebagai korban. Mereka pun telah mengenal pendirian bangunan megalitik sebagai peringatan upacara kebudayaan ini menyebar antara lain ke Jepang, Formosa, Taiwan, Malaysia dan Indonesia.
            Selanjutnya Geldern mengatakan bahwa kedatangan kebudayaan megalitik di Indonesia kurang lebih 2500-1500 SM. Kesimpulan di atas diperkuat oleh Van der hoop yang mengatakan bahwa baik kebudayaan megalitik maupun kebudayaan perunggu datang dari India belakang (Soejono 1981, hlm.95). Sudah merupakan anggapan yang umum dari para ahli bahwa kebudayaan megalitik di Indonesia berasal dari daratan Asia dan berkembang di kepulauaan Indonesia. Sejak tradisi megalitik muncul di daratan Asia, daerah ini mengalami perkembangan yang sangat pesat, terutama dalam hal pemujaan arwah nenek moyang. Disamping itu materi-materi budaya yang terkandung dalam tradisi megalitik juga mengalami perkembangan sehingga lebih kaya akan berbagai variasi yang kemungkinan disebabkan juga oleh pengaruh lingkungan setempat.
            Benda tinggalan dari tradisi megalit itu kini masih dapat disaksikan dan tersebar di berbagai Situs yang ada di Indonesia. Tinggalan tradisi batu besar itu berupa Menhir, Dolmen, Kubur Batu, Arca, Lumpang Batu, Batu Dakon, Punden Berundak dan sebagainya. Di Sumatera Selatan tinggalan itu terutama di dataran tinggi Pasemah, budaya pasemah sangat kaya dengan berbagai tinggalan megalitik daerah ini terletak di antara Bukit Barisan dan Pengunungan Gumai, lereng Gunung Dempo (3150m). 
            Dalam laporan Tim Peneliti dari Balai Arkeologi Palembang menyebutkan pada umumnya situs megalitik Lahat dan Pagaralam terletak pada ketinggian di atas 400 m yang mempunyai curah hujan tinggi sepanjang tahun. (bersambung)

SITUS BUKIT SIGUNTANG "ASAL USUL RAJA-RAJA MELAYU"

Bukit Siguntang terletak di bagian barat kota Palembang dan berjarak sekitar tiga kilometer di sebelah barat laut Karanganyar. Tempat yang dikenal dengan temuan arca Budha yang besar ini merupakan gundukan tanah yang paling menonjol di dataran Palembang, dengan tinggi sekitar 29-30 meter dari permukaan laut.
Bukit Siguntang juga dikenal dan dipercaya sebagai kompleks pemakaman raja-raja Melayu. Menurut Schnitger dari situs ini banyak ditemukan berbagai jenis tinggalan budaya masa lampau. Situs Bukit Siguntang secara administratif termasuk wilayah Kelurahan Bukit lama, Kecamatan Ilir Barat I Palembang.
Menurut kitab Sejarah Melayu Bukit Siguntang merupakan tempat turunnya makhluk setengah dewa yaitu Sang Siperba, yang dikemudian hari menurunkan raja-raja Melayu di Sumatera, Kalimantan Barat, dan Semenanjung Malaysia. Menurut Sejarah Melayu, Bukit Siguntang adalah Gunung Mahameru seperti yang terdapat dalam cerita-cerita agama Hindu dan Budha. Bukit Siguntang oleh sebagian masyarakat, terutama masyarakat Melayu di Sumatera dan Semenanjung, dianggap suci karena merupakan cikal bakal orang-orang Melayu. Raja yang memerintah Malaka dikatakan sebagai keturunan dari Sang Siperba, makhluk setengah dewa yang turun di Bukit Siguntang. Oleh sebab itu orang-orang Melayu dari Malaka kalau berkunjung ke Palembang merasa belum lengkap bila belum mengunjungi Bukit Siguntang.
Menurut sumber yang patut dipercaya, pada tahun 1920 ditempat tersebut ditemukan sebuah fragmen badan arca Budha yang terbuat dari granit, yang ternyata berasal dari sebuah arca Budha yang berukuran cukup besar. Kepala Arca Budha itu semula sudah disimpan di Museum Nasional, kemudian disatukan kembali dengan badannya, tetapi bagian kakinya belum ditemukan sampai sekarang. Setelah disatukan seluruhnya  arca Budha itu berukuran tinggi 277 cm, lebar bahu 100 cm, dan tebal 48 cm.
Di daerah Bukit Siguntang juga ditemukan fragmen arca Bodhisattwa. Kepala arca ini digambarkan dengan rambut yang tersisir rapi dengan ikatan seutas pita yang berhiaskan kuntum bunga. Sebagaimana arca Budha besar yang telah ditemukan, bagian badan arca ini ditemukan ditempat terpisah. Selain arca-arca tersebut, di Bukit Siguntang ditemukan juga runtuhan stupa dari bahan batu pasir dan bata, fragmen prasasti dan arca Bodhisatwa batu,  arca Kuwera, dan temuan terbaru adalah Budha dalam sikap duduk lengkap dengan prabha dan paying. Arca ini menggambarkan tokoh Wairocana
Di daerah Bukit Siguntang ada temuan yang menarik yaitu fragmen prasasti batu yang ditulis dalam aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti yang terdiri dari 21 baris ini menceritakan tentang hebatnya sebuah peperangan yang mengakibatkan banyaknya darah yang tumpah, disamping menyebutkan juga kutukan bagi mereka yang berbuat kesalahan. (herdi)