Kapal Sriwijaya, kapal dengan teknologi Asia
Tenggara pembawa budaya antar bangsa
“Pada bulan
Jyestha Dapunta Hyang naik perahu bertolak
dari Minanga, sambil membawa dua laksa tentara dengan 200 peti
perbekalannya....
dengan sukacita, pada hari kelima paro terang bulan Asadha dengan cepat dan penuh
kegembiraan datang membuat wanua...Sriwijaya
menang, perjalanan berhasil dan makmur senantiasa...”
Sebagian isi Prasasti Kedukan Bukit tersebut memperlihatkan bahwa Sriwijaya
mempunyai armada laut yang tangguh, kapal-kapal yang kuat didukung drengan
prajurit yang tangguh mampu menjadikan Sriwijaya serbagai penguasa lautan.
Kekuatan maritim Sriwijaya sehingga mampu
menjelajah perairan Nusantara, kawasan Asia hingga ke Madagaskar tidak terlepas
dari kemampuan teknologi pembuatan kapalnya. Kapal-kapal Sriwijaya telah mampu
membawa saudagar beserta barang-barang dagangannya, tentara beserta
persenjataannya, dan yang lebih penting adalah membawa budaya antar bangsa.
Tradisi pembuatan kapal Sriwijaya berbeda dengan
teknologi Cina yang saat itu telah menemukan besi untuk membuat paku. Teknologi
Asia Tenggara menggunakan teknik papan ikat dan kupingan pengikat (sewn plank and lashed- lug technique).
Tonjolan segi empat atau tambuko
digunakan untuk mengikat papan-papan dan papan dengan gading. Sebagai pengikat digunakan ijuk yang kemudian diperkuat dengan pasak. Kapal
Sriwijaya dibangun dengan tradisi pembuatan kapal Asia Tenggara. Diperkirakan kapal-kapal
Sriwijaya, baik militer maupun dagang, mampu membawa muatan 450-650 ton, bahkan
dalam perkembangannya dengan panjang kapal 60 meter mampu membawa muatan sampai
1000 ton.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar