Selasa, 24 Mei 2016

BUKIT SIGUNTANG



BUKIT SIGUNTANG




Bukit Siguntang merupakan puncak tertinggi di Palembang,  yaitu 26 m di atas permukaan laut, mempunyai luas 12 ha. Terletak di Kelurahan Bukit Lama Kecamatan Ilir Barat II, Bukit Siguntang merupakan situs penting masa Sriwijaya. Bukit Siguntang oleh para arkeolog diidentifikasikan sebagai situ keagamaan.
Pada masa Sriwijaya situs ini dipergunakan sebagai pusat peribadatan agama Buddha. Di situs ini ditemukan pecahan keramik dari masa Dinasti Tang (abad VII-X M), sisa fondasi bangunan kuno yang terbuat dari batu bata. Sisa bangunan bata ini banyak ditemukan di kaki bukit, diduga merupakan reruntuhan bangunan wihara. Keberadaan temuan fragmen keramik dan tembikar menunjukkan bahwa dahulu situs ini digunakan sebagai pemukiman dan kegiatan upacara keagamaan yang dilakukan oleh bhiksu dan sanggha.
 
Tahun 1920 ditemukan arca Buddha yang berukuran 277 cm terbuat dari batu granit. Arca tersebut mengenakan jubah transparan yang menutup kedua bahu, berambut keriting  dan bersanggul (usnisa). Berdasarkan gaya seninya diketahui arca tersebut bergaya Amarawati yang berasal dari abad II-V Masehi, namun menurut Nik Hasan arca ini dipengaruhi gaya seni Pala yang berkembang di India Utara pada sekitar abab VII-VIII Masehi.

F.M. Schnitger menyebutkan bahwa  di Bukit Siguntang ditemukan juga runtuhan stupa dari bahan batu pasir dan bata, fragmen prasasti dan arca Bodhisattwa batu, sebuah lempengan emas dengan tulisan yang berisikan ajaran Buddha, serta arca Kuwera perunggu. Temuan lainnya berupa arca Buddha Wairocana dari perunggu dalam sikap duduk, lengkap dengan prabha dan payung,  sebuah prasasti batu yang ditulis dalam aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti terdiri dari 21  menceritakan tentang hebatnya sebuah peperangan yang mengakibatkan banyaknya darah yang tertumpah, disamping juga menyebutkan kutukan bagi mereka yang berbuat kesalahan.

Sejarah Melayu yang ditulis pada tanggal 13 Mei 1612 Masehi,  menyebutkan bahwa Bukit Siguntag merupakan tempat turunnya raja-raja Melayu.
                “Adapun negeri Palembang itu, Palembang yang ada sekarang inilah. Maka di hulu Sungai Tatang itu ada sebuah sungai, Melayu namanya; di dalam sungai itu ada sebuah bukit bernama  Bukit Si Guntang;  di hulu Gunung Maha Miru, di daratnya ada sebuah padang bernama Padang Panjaringan.  Maka ada dua orang perempuan berladang, Wan Empo seorang namanya dan Wan Malini seorang namanya; dan keduanya berumah di Bukit Si Guntang itu, terlalu luas humanya, syahadan terlalu jadi padinya, tiada dapat terkatakan ; telah hampir masak padi itu”.

Kitab ini juga menceritakan turunnya Sang Siperba (Sang Sapurba), manusia  setengah dewa ke Bukit Siguntang yang dikemudian hari menurunkan raja-raja puak Melayu di Sumatera dan Semenanjung Malaysia.











 

2 komentar: